Senin, 09 Januari 2012

Antara Istigharah dan Restu Orang Tua, mana yang harus diutamakan?


Mana langkah yang Anda pilih ketika bingung menentukan sebuah pilihan, jodoh misalnya, Istigharah atau restu orang Tua?. Bagaimana jika seandainya hasil istigharah Anda lakukan lebih mengarah pada si A, sedangkan orang tua menginginkan jodoh si B?. Manakah yang Anda ikuti, hasil Istigharah atau restu orang tua?.

Tentu Anda akan bingung tujuh keliling. Bagaimana tidak, jika Anda lebih memilih hasil istigharah dan lebih bersikap mengabaikan kemauan orang tua, apa masih bisa dikatakan anak taat namanya, kalau durhaka mungkin iya. Dan jika Anda lebih memilih kemauan orang tua dari pada istigharah, bukankan itu namanya tidak mengindahkan petunjuk Tuhan alias ingkar.

Lalu kalau begitu, sikap apa yang semestinya kita ambil?

Nah, pada bahasan kali ini penulis akan mencoba membahas permasalahan tersebut. Mudah-mudahan bisa memberi pencerahan bagi para pembaca.

Dalam kesempatan acara kick Andy di Metro TV, Mustafa Bisri pernah ditanyakan mengenai pilihannya tentang sesuatu, berikut wawancaranya :
Kick Andy : “Tapi kan Anda termasuk warga NU, Anda pernah diminta untuk memimpin PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), yang minta Gusdur, kalau g’ salah waktu itu ya, kenapa waktu itu Anda menolak?”
Mustafa Bisri : “Ibu saya g’ kasih”
Kick Andy : “Kenapa ibu Anda begitu pentingnya, Anda dengar, sehingga Anda mengalahkan Gusdur?”
Mustafa Bisri : “Ya saya memang, penting Ibu saya, jadi didalam islam itu ada namanya shalat istigharah meminta kepada Tuhan supaya dipilihkan ini yang baik mana, mau dijadikan ketua atau tidak, itu istigharah. Tapi selama ibu saya masih hidup, saya tidak pernah istigharah, saya tanya ibu saya saja, ibu saya kasih, saya jalani, g’ kasih, enggak.”

Dari wawancara di atas, dapat dipahami bahwasanya orang tua khususnya ibu, menempati posisi pertama dan terpenting dalam mengambil sebuah keputusan di saat kita ragu menentukan sebuah pilihan. Mustafa Bisri menunjukkannya dengan tidak istigharah terlebih dahulu karena meski apa yang dilakukannya adalah baik tapi jika tidak direstui orang tua, maka semuanya sia-sia. Bukan hanya itu, rahmat yang semestinya turun karena telah melakukan kebaikan, berubah menjadi murka Tuhan hanya gara-gara orang tua tidak merestui.

Seperti halnya yang terjadi pada Al-Qamah di masa Nabi. Al-Qamah adalah seorang laki-laki yang terkenal giat dan rajin beribadah dalam hal shalat, puasa, dan sedekah. Namun ketika menjelang akhir hayatnya ia tidak bisa mengucapkan syahadat karena Ibunya murka padanya sehingga Allah menutup lidahnya dari bacaan syahadat. Oleh sebab itu Rasulullah menyuruh para sahabat untuk mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya untuk membakar al-Qamah. Melihat hal itu, ibu al-Qamah pun tidak tega sehingga ia memaafkan kesalahan al-Qamah. Dan karena itu, al-Qamah pun dapat mengucapkan syahadat dan tidak jadi dibakar.

Cerita di atas merupakan salah satu contoh dan pelajaran bagi kita untuk senantiasa lebih mendahulukan kemauan orang tua dari pada yang lain, selama kemauan itu tidak bertentangan dengan perintah Tuhan tentunya.

Lalu bagaimana jika pilihan orang tua kita tidak sesuai dengan kemauan kita, misal orang yang dijodohkan dan dipilihkan oleh orang tua kita latar belakangnya tidak baik sedangkan pilihan sendiri lebih baik, apakah kita boleh untuk menolak?

Ya boleh, dengan catatan dengan cara yang baik jangan sampai melukai hati orang tua karena

“Ridha Tuhan berada dalam ridha kedua orang tua, dan kemurkaan Tuhan berada dalam kemurkaan kedua orang tuanya”.

Kuncinya adalah bermusyawarahlah dan berdo’alah

So, bagaimana dengan Anda ---- dalam soal mencari jodoh ---- apakah masih lebih mendahulukan istigharah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar